Konsep Negara Hukum
Jika kita melihat keadaan pada masa aristoteles bagaiamana orang pada masa itu menjalankan suatu pemerintahan, dan menjalankan suatu negara dimana mereka dalam menjalankannya membuat suatu aturan buat semuanya, ada yang berupa larangan dan perintah, dan orang yang melanggar aturan tersebut akan dihukum. Jadi kita bisa tahu bahwa konsep negara hukum pada masa Aristoteles ialah negara yang berdasarkan atas hukum yang menjamin keadilan bagi warga negaranya. seperti yang sudah disebutkan dalam pendahuluan bahwasanya keadilan merupakan syarat agar bisa memberikan kebahagiaan hidup bagi setiap individu dalam negara. Pengertian adil sendiri menurut Aristoteles dalam bukunya “Nichomachean ethics” adil adalah apa yang mengikuti aturan[1]. Jadi bisa kita simpulkan bahwa yang namanya individu itu bisa mendapatkan kebahagiaan hidupnya jika si individu itu patuh dan taat terhadap aturan-aturan yang telah dibuat oleh suatu negara, negara pasti memberikan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, itu artinya siapapun yang menjalankan aturan-aturan negara dengan baik maka dialah yang akan mendapat kebahagiaan hidup.
Hukum yang harus ditegakkan adalah hukum yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi setia warga negaranya, Hukum yang bukan merupakan suatu paksaan dari seorang penguasa melainkan sesuai dengan kehendak warga negaranya sendiri. Makna keadilan disini adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, yakni hukum yang ada di suatu negara harus berlaku bagi siapa saja tanpa mengenal perbedaan. Orang yang melakukan kesalahan mesti dihukum tak peduli yang melakukan kesalahan itu dari golongan kaya maupun miskin atau golongan manapun, pokoknya hukum berlaku bagi siapa saja. Dan untuk mengatur hukum diiperlukan konstitusi yang memuat aturan-aturan kehidupan berkeluarga. Aristoteles membagi konstitusi (sistem politik) itu dalam beberapa bagian, ada yang dianggap baik dan ada pula yang dianggap buruk, pembahasan ini akan di jelaskan dalam pembahasan selanjutnya dalam pembagian sistem politik.
Negara merupakan komunitas tertinggi dan bertujuan mencapai kebaikan tertinggi. seiring berjalannya waktu, pertama-tama muncullah keluarga, bentuk komunitas ini dibangun berdasarkan dua relasi dasar antara laki-laki dan perempuan, tuan dan budak, yang keduanya bersifat alamiah. kemudian sejumlah keluarga bergabung melahirkan sebuah desa, beberapa desa melahirkan sebuah negara, asalkan gabungan itu cukup besar untuk berswasembada[2]. Ketika Negara sudah terbentuk, secara otomatis dalam suatu negara itu tidak semua orang sama artinya ada perbedaan antara individu satu dengan individu lainnya baik itu dari segi materiil nya maupun fisiknya sehingga dalam suatu negara pasti ada perpecahan, dan disinilah negara harus berperan aktif untuk mengembalikan hak-hak yang dipunyai oleh setiap individu tanpa adanya diskriminasi dalam hal apa pun baik itu dari ras, warna kulit, materii, dan yang lainnya yang bisa menimbulkan perpecahan dalam suatu negara. Dan oleh karena itulah negara harus mempunyai suatu aturan ataupun hukum, Karena tanpa adanya hukum maka manusia adalah binatang paling ganas, dalam aritian manusia bebas melakukan apapun yang mereka sukai tanpa adanya yang melarang dari pihak manapun dan tidak adanya hukum akan menimbulkan hukum rimba dimana yang kuatlah yang akan bertahan dan yang lemah lah yang akan tersisih dari negara tersebut, yang kaya semakin kaya dan miskin semakin menderita. Sementara hukum tergantung pada negara. Negara bukanlah masyarakat yang tujuannya sekedar pertukaran dan mencegah kejahatan. Tujuan Negara adalah kehidupan yang baik. negara adalah persatuan keluarga-keluarga dan desa-desa dalam kehidupan yang berbahagia dan terhormat[3].
Kekacauan yang terjadi pada masa Aristoteles membuat dirinya berfikir untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi di sekitarnya. diperlukannya suatu sistem yang bisa mengembalikan hak setiap orang, dia meneliti keadaan disekelilingnya untuk menemukan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh semua orang. Sampai pada akhirnya Aristoteles menemukan solusi untuk mengatasi masalah yang terjadi di sekitarnya, yakni dengan membuat aturan hukum yang tepat dan dapat diterima bagi semuanya, dan aturan itu disebut dengan konstitusi. Aristoteles mempunyai pandangan terhadap konstitusi ini bahwasanya itu merupakan jalan yang terbaik untuk mengatasi semua masalah yang terjadi dalam suatu negara. Namun, kalau misalnya kita analisa terhadap yang namanya konstitusi tersebut bahwasanya konstitusi merupakan solusi bagi suatu permasalahan atau tidak, kita bisa melihatnya ketika konstitusi itu diterapkan terhadap suatu negara dan faktanya masih banyak ketidak adilan yang terjadi pada negara itu, tapi bukan berarti konstitusi (aturan hukum) ini bukan dari salah satu solusi untuk menyelesaian permasalahan ternyata ada sedikit kesalahan dalam menjalankan konstitusi tersebut, jadi bukanlah konstiusi yang tidak bisa jadi solusi, namun siapakan orang yang mengatur dari konstitusi tersebut, dari penjelasan itu kita bisa membagi konstitusi kedalam dua bagian. yaitu ada konstitusi yang baik dan konstitusi yang buruk, dimana konstitusi yang baik adalah konstiusi yang ditujukan untuk kepentingan bersama, sedangkan konstitusi yang buruk adalah konstitusi yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja atau golongan-golongan tertentu yang sering kita sebut sebagai kepentingan sepihak.
Pembagian Sistem Politik
Aristoteles berpendapat bahwasanya suatu negara boleh disebut baik, jika diarahkan pada kepentingan umum, yakni kepentingan setiap individu. sedang negara yang diarahkan pada kepentingan penguasa harus disebut buruk. Ada tiga macam pemerintahan yang baik yakni Monarki, Aristokrasi, dan Politeia atau Republik, dan ada juga pemerintahan yang buruk yang berkebalikan dengan yang di atas yaitu Tirani, Oligarki, dan Demokrasi[4]. Inilah yang merupakan inti dari semuanya, disini penulis akan mencoba untuk menganalisa satu persatu sistem yang telah disebutkan Aristoteles tersebut dan melihat hubungan antara individu dan negara tersebut, apakah negara itu bisa berlaku adil terhadap warga negaranya atau tidak? juga penulis berusaha untuk memberikan kesimpulan terhadap semuanya, manakah sistem yang terbaik diantara itu semua, yang bisa menjadikan suatu negara itu baik.
1. Monarki
Dalam Kamus Ilmiah Populer, bahsawanya Monarki merupakan pemerintahan oleh raja. jadi kita bisa menyebutkan bahwa Monarki adalah suatu negara dimana yang memimpin negara itu merupakan seorang raja, dan Monarki itu hanya sah apabila rajanya adalah orang yang keunggulannya melebihi semua orang sehingga patut dicontoh kebijaksanaannya, jika sudah mendapatkan orang dicari dan orang itu memenuhi semua persyaratan untuk menjadi seorang raja maka negara itu bisa dikatakan baik dan dikatakan sebagai negara yang berhasil mengatasi semua permasalahan yang dalam negara tersebut. Namun sayangnya, Monarki ini susah dijadikan sebagai sistem yang terbaik bagi suatu negara karena pada kenyataannya kita sulit mencari orang yang seperti demikian, sehingga Monarki ini mudah jatuh ke dalam Tirani[5].
Melihat penjelasan di atas mengenai Monarki tersebut, penulis berpendapat bahwasanya sistem Monarki ini tidak cocok digunakan bagi negara yang sekarang maupun yang dulu seperti halnya keadaan pada saat di masa Aristoteles, walaupun ada negara yang menggunakan sistem Monarki ini maka akan sulit sekali untuk mendapatkan orang yang akan bertindak sebagai raja dan mempin negaranya, dan juga raja nya itu bisa saja ada unsur kepentingan sepihak yang dilakukan oleh raja tersebut.
2. Oligarki
Oligarki adalah suatu pemerintahan yang dipegang, oleh beberapa orang dari golongan elite (bangsawan atau kapitalis)[6]. Dari penjelasan itu kita bisa menafsirkan bahwa adanya suatu ketidak adilan dalam sistem ini, dimana orang yang menduduki pemerintahan hanyalah dari pihak kaum-kaum elite sedangkan rakyat jelata yang sering kita sebut sebagai orang-orang miskin atau dari golongan bawah hanya menjadi penonton bagi orang-orang elite yang sedang menjalankan suatu pemerintahannya tanpa memperhatikan orang-orang dari pihak golongan bawah, dan itu sangat jelas sekali bahwa sistem ini hanya menguntungkan sepihak saja dan tidak bisa dijadikan sebagai sistem negara yang baik.
pandangan penulis terhadap sistem Oligarki ini tentunya sangat tidak setuju dengan adanya Oligarki ini, karena orang-orang elite belum tentu bisa mengatur suatu pemerintahan dengan baik, bisa saja orang yang dari golongan bawah lebih ahli dalam mengurus suatu pemerintahan namun karena sistem Oligarki ini merupakan sistem dimana orang kaya lah yang berhaka untuk menduduki pemerintahan, maka tidak kesempatan bagi orang-orang miskin atau rakyat jelata untuk menduduki jabatan penting dalam suatu pemerintahan meskipun ada rakyat jelata yang lebih ahli dan pintar dibanding golongan elite dalam masalah mengurus pemerintahan sehingga ada yang namanya pembatasan hak bagi setiap orang untuk mengendalikan suatu pemerintahan. Disamping itu, sistem Oligarki juga bisa disebut sebagai sistem egois, dimana hanya kaum tertentulah yang bisa mendapatkan suatu kehormatan di suatu negara, dan ketika orang-orang elite menjalankan suatu pemerintahan maka orang-orang itu hanya akan melihati dari golongannya saja tanpa melihat golongan lain, dan ini bertentangan dengan konsep negara yang mengatakan bahwa negara itu merupakan wadah yang memberikan keadilan bagi setiap orang untuk mencapai kebahagiaan hidup dan juga bertentangan dengan pengertian bahawa negara itu merupakan dibuat untuk kepentingan bersama bukan kepentingan sepihak.
3. Aristokrasi
Aristokrasi dianggap lebih baik dai Monarki, dimana pemerintah dipercayakan kepada segelintir orang yang mutlak dianggap paling baik[7], namun Aristokrasi ini juga mempunyai kelemahan dalam menjalankan suatu negara terutama orang yang menjalankan pemerintahan negara tersebut, bahwasanya dalam sistem Aristokrasi ini orang yang berhak menjabat suatu pemerintahan adalah dari kaum bangsawan, jadi kalo misalnya kita bandingkan dengan sistem Oligarki memang ada kemiripan, bahwasanya Aristokrasi dan Oligarki ini mengangkat kaum bangasawan sebagai orang yang berhak untuk menduduki suatu pemerintahan dan tidak memberikan kesempatan sekalipun kepada rakyta jelata lainnya meskipun ada orang dari pihak orang miskin ini yang mampu untuk mempertahankan suatu negara dengan mengatur pemerintahan yang ada.
Sistem Aristokrasi ini jika kita lihat hubungannya antara individu dan negaranya memang ada banyak ketidak seimbangan antara keduanya, dimana satu pihak yakni dari golongan bangsawan yang bisa jadi mengatur sebuah pemerintahan dalam suatu negara, sedangkan rakyat jelata hanya bisa menjalankan aktifitasnya sebagai rakyat yang tertindas, dan disini juga ada yang namanya pembatasan hak pada setiap orang khususnya pada rakyat jelata untuk menduduki atau campur tangan dalam suatu pemerintahan dalam suatu negara. Selanjutnya, akan timbulnya egoism, diskriminasi, terutama dalam masalah materi. ada si miskin dan si kaya, dan si kaya ketika menjalankan suatu pemerintahan bakal hanya mementingkan golongannya sendiri tanpa mementingkan golongan orang lain alias si miskin tadi. Kebijakan-kebijakan yang dibuat pun pasti hanya untuk kepentingan sepihak saja.
4. Tirani
Tirani merupakan salah satu sistem yang disebut buruk bagi suatu negara. Tirani adalah penguasa yang memerintah dengan lalim dan sewenang-wenang[8]. Sangat jelas sekali bahwsanya ini merupakan sistem yang sangat buruk dan tidak cocok bagi suatu negara. pantas saja Aristoteles berpendapat kalo sistem Tirani ini merupakan sistem yang buruk. penulis juga sependapat dengan Aristoteles bahwa negara yang menggunakan sistem Tirani akan hancur dan tidak akan berkembang. Tirani ini merupakan suatu sistem yang tidak ideal bagi suatu negara, sistem yang bukan bikin negara maju maupun berkembang tetapi sistem yang membuat negara itu hancur karena pemerintah itu diatur oleh penguasa yang lalim, yang melakukan sesuatu dengan sewenanga-wenang tanpa pandang bulu.
Sistem ini memang tidak bisa menjadi solusi terbaik bagi suatu negara, karena sistem ini akan menyebabkan perbudakan dimana kaum yang lemah menjadi kaum yang tertindas, dan sistem ini hanya mengambil keputusan sepihak saja tanpa memperhatikan yang lainnya. Selanjutnya, Tirani mirip dengan orang-orang barbar seperti dulu, dimana orang-orang barbar merupakan komunitas yang dikecam jelek dan bodoh, dalam artian orang-orang ini dalam mengatur pemerintahan suka menggunakan jalan kekerasan dalam setiap persoalan yang ada, maka jelaslah Tirani pun tidak jauh beda dengan orang-orang barbar, dimana para penguasa yang lalim itu mengatur suatu pemerintahan dalam suatu negara. Disamping itu jika Tirani ini sampai dijadikan sistem untuk mengatur suatu negara maka kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh penguasanya ialah hanya untuk kepentingan sepihak dan kebijakan itu atau keputusan tersebut tidak bisa diganggu gugat. para penguasa bebas melakukan sesukanya, apa yang dia senangi tanpa ada yang melarang satu orang pun, walaupun itu hanya menguntungkan bagi satu pihak dan merugikan banyak pihak. Sistem ini harus dihapuskan dan tidak boleh ada lagi negara yang memakai sistem Tirani ini jika negara itu tidak ingin negaranya hancur.
5. Demokrasi
Demokrasi, kata Aristoteles, lahir dari keyakinan bahwa manusia yang sama-sama bebas mestinya juga sama dalam semua segi[9]. dari pemaparan tersebut kita bisa mengetahui bahwa setiap individu bebas melakukan apa yang menjadi hak mereka termasuk dalam menjalankan suatu pemerintahan, Setiap orang tidak dibeda-bedakan baik itu dilihat dari segi manapun, baik itu orang kaya ataupun miskin, orang pinter maupun orang bodoh, dll. Dalam sistem ini semuanya sama tak ada sedikitpun perbedaan. Jadi inti dari Demokrasi ini adalah persamaan (egaliterinism), tapi walaupun sistem ini merupakan yang dianggap baik daripada sistem sistem sebelumnya, bahwasanya Demokrasi ini akan memberikan kebebasan pada setiap orang untuk terjun langsung kedalam keputusan suatu pemerintahan dan mereka juga dapat secara bergiliran meduduki jabatan atau kekuasaan yang harus dipertanggung jawabkan pada warga negaranya, Demokrasi ini pula mempunyai kelemahan sehingga Aristoteles sedikit tidak setuju terhadap Demokrasi ini, karena pada masai itu bentuk dan rakyatnya pada suatu negara berbeda dengan zaman sekarang maka ada kesalahan terhadap pengertian dari demos tersebut, dan pada waktu itu mayoritas orang-orangnya adalah rakyat jelata para budak maka yang berkuasa dan memegang suatu pemerintahan itu adalah dari rakyat jelata sendiri yang berada di pihak mayoritas sedangkan pihak minoritas kalah dengannya. Karena itulah Aristoteles kurang setuju terhadap Demokrasi ini, ketidakmungkinan orang banyak memerintah terhadap yang kecil jumlahnya.
Penulis juga kurang setuju terhadap Demokrasi pada masa itu, dimana kesamaan derajat bagi setiap orang adalah sama. Artinya, jika semua orang itu sama dalam semua segi, tanpa ada yang bisa dijadikan sebagai pembeda dari tiap orang, itu artinya kualitas tiap orang itu sama, meskipun dilihat dari segi manapun, baik itu dari segi materi, kompetensi, intelegensi, dll. Ini akan berdampak ketika ada orang dari pihak minoritas yang benar-benar yang mempunyai kualitas bagus, baik itu dari segi Intelektualnya dalam hal apa pun dan segi kompetennya harus kalah dari pihak mayoritas atau dari pihak rakyat jelata sendiri. mungkin itu yang menjadi permasalah Demokrasi pada saat itu. Artinya Demokrasi ini kurang cocok diterapkan pada saat itu.
6. Politeia atau Republik
Politeia atau Republik ini merupakan sistem yang dianggap paling baik bagi suatu negara terutama keadaan pada waktu masa Aristoteles, dan untuk menyelesaikan semua permasalah dan kekurangan akan sistem-sistem sebelumnya, dan begitupula menurut Aristoteles Politeia dipandang sebagai bentuk negara paling baik dalam politik. Dengan istilah “Politeia” Aristoteles memaksudkan Demokrasi moderat, Demokrasi dengan undang-undang dasar. Para warga negara dari “Politeia” ini menunjuk pada “kelas menengah” yang kuat untuk dapat menjamin kelangsungan pemerintahan dan keseimbangan antara golongan sangat kaya dan golongan amat miskin[10]. Politeia ini lah yang menjadi jalan tengah bagi semuanya, yang menjadi jembatan bagi semuanya untuk bersatu menjalankan pemerintahan secara adil dan untuk kepentingan bersama, dimana individu dan negara saling mengisi dan saling mendukung demi tercapai nya suatu keadilan dalam mencapai kebahagiaan hidup bagi semuanya.
Penjelasan diatas bisa kita analisa bahwsanya Politeia ini merupakan suatu sistem dimana isinya ini merupakan campuran dari sistem-sistem lain, yaitu antara Oligarki dan Demokrasi ataupun Aristokrasi dan Demokrasi, dan ini merupakan jalan yang tengah yang terbaik dan solusi terbaik bagi suatu negara. Karena menurut penulis sistem ini merupakan sistem yang ideal dimana ada percampuran dua sistem yang asal berlawanan yakni antara golongan elite dan rakyat jelata menjadi sebuah kesatuan untuk membangun suatu negara yang baik, dan untuk kepentingan bersama, dimana tidak ada lagi yang namanya diskriminasi antar golongan. Setiap orang mendapatkan hak nya masing masing, setiap orang dapat mendapatkan perlindungan, dan siapapun bisa menjabat sebagai pemegang atau pengatur dari sebuah pemerintahan dengan syarat adanya kompetisi untuk mendapatkan kekuasan tersebut, kompetisi yang penulis maksud yaitu kompetisi secara sehat, dengan adanya kualifikasi bagi orang yang ingin menjabat di dalam suatu pemerintahan yang dilihat dari intelijensinya atau seberapa kompeten orang itu dalam suatu hal.
Kesimpulan
Setelah melihat semua penjelasan di atas, mengenai sistem-sistem yang ada pada masa Aristoteles, dan bagaimana hubungan antara individu itu dengan negara nya jika memakai salah satu sistem tersebut. Disini penulis memberikan kesimpulan tentang sistem yang cocok atau yang layak bagi suatu negara untuk menjadikan suatu negara itu negara yang baik tanpa ada nya kekacauan di antara setiap warga negara dan tidak ada lagi diskriminasi dalam melihat setiap orang, kemudian tidak ada juga penguasa yang lalim yang berbuat sewenang-wenang sehingga mengakibatkan perbudakan merajalela, juga tidak ada penguasa yang membuat suatu keputusan publik dimana keputusan itu hanya mementingkan kepentingan satu pihak yang harusnya untuk kepentingan umum. Maka, Politeia lah yang ideal untuk suatu negara, dimana Politeia ini merupakan suatu sistem menengah, artinya ini merupakan jalan tengah bagi sistem sistem yang lain, dan merupakan sebuah jembatan bagi si miskin dan si kaya untuk bersatu dalam mengurus pemerintaha, dan untuk mencapai negara yang baik dan tercapainya keadilan untuk memberikan kebahagian hidup bagi setiap orang dan untuk kepentingan bersama juga
DAFTAR PUSTAKA
Ravitc,Diane dan Abigail. Hernoyo (penj.). 2005. Demokrasi Klasik dan Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Aristoteles. Embun Kenyowati (penj.). 2004. Nichomachean Ethics. Jakarta: Teraju.
Pius dan Dahlan. Kamus ilmiah Populer. Surabaya: ARKOLA
Russell, Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Politik Barat. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
[1] Nichomachean ethics hal. 112
[2] Sejarah Filsafat Politik Barat hal. 251-252
[3] Ibid hal. 252
[4] Demokrasi Klasik dan Modern hal. 12
[5] Ibid hal 12
[6] Kamus Ilmiah Populer hal 433.
[7] Demokrasi Klasik dan Modern. hal 12
[8] Kamus Ilmiah popular hal. 595
[9] Sejarah Filsafat Politik Barat hal. 258
[10] Demokrasi Klasik dan Modern hal. 12
2 comments:
Ga lengkap
Bagaimana jika Politeia diterapkan di Indonesia?
Posting Komentar